ASUHAN
KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Berbagai indikator dalam menentukan keberhasilan tersebut salah satunya adalah
angka kematian bayi. Indonesia selama ini telah berhasil menurunkan AKB dari
125 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1965 menjadi 75 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1992 dan 54 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1994. Angka
ini masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain.
WHO tahun 1993 melaporkan bahwa dari 8,1 juta kematian
bayi hampir separuhnya (3,9 juta atau 48%) adalah kematian pada masa
neonatus. Dua per tiga kematian neonatus
terjadi pada masa minggu pertama kehidupan dan kematian sesudah minggu pertama
pun terkait dengan kelainan pada masa perinatal. Di negara berkembang 3 – 6 %
bayi menderita asfiksia baerbagai derajat dari ringan sampai berat dan
diperkirakan penyebab dari 25% kematian neonatus yang berhubungan dengan
kematian. Sejumlah yang sama akan hidup tetapi menderita cacat karena kecacatan
otak.
Hanya sedikit data mengenai insiden hipotermia yang
menyebabkan kematian. Bukti nyata menunjukkan bahwa hipotermia merupakan
penyebab kematian pada bayi BBLR dan bayi kurang bulan. Sekitar 19 % bayi
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang digolongkan sebagai
BBLR. BBLR merupakan salah satu penyebab kematian utama neonatus. Kontribusi
utama kematian BBLR adalah kurang bulan, infeksi, asfiksia, hipotermia dan
kesulitan nutrisi yang disertai hipoglikemia dengan tanda-tanda kejang.
Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatus di Negara
Berkembang (WHO 1993)
Sebab
Kematian
|
Jumlah
Kematian Bayi
|
Proporsi
dari total kematian bayi (%)
|
Asfiksia Lahir
|
840.000
|
21,1
|
Trauma Lahir
|
420.000
|
10,6
|
Tetanus Neonatorum
|
560.000
|
14,1
|
Sepsis, Meningitis
|
290.000
|
7,2
|
Pneumonia
|
755.000
|
19,0
|
Diare
|
60.000
|
1,5
|
Bayi kurang bulan
|
410.000
|
10,3
|
Cacat bawaan
|
440.000
|
11,1
|
Lain-lain
|
205.000
|
5,1
|
Total
|
3.980.000
|
100
|
Masalah pada neonatus biasanya
timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal, tidak hanya
merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai
akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang, manajemen persalinan
yang tidak tepat dan tidak bersih serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Untuk mampu mewujudkan
koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan
dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial
neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A.
Pelayanan Dasar
- Persalinan aman dan bersih
- Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
- Mempertahankan pernafasan spontan
- ASI Ekslusif
- Perawatan mata
B.
Pelayanan Khusus
- Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
- Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
- Imunisasi
Makalah ini akan membahas
mengenai asuhan keperawatan pada bayi neonatus sakit. Mengingat banyaknya
permasalahan yang ditemui pada bayi baru lahir maka kami membatasi untuk
membahas mengenai asfiksia dan hipertermia. Sesuai dengan data diatas
disebutkan bahwa asfiksia merupakan penyebab kematian terbesar.
ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran
adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas
adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks
untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi
darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu.
Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan
menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin
dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi
tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi
baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun
1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara
sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat
terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan
kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.
Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang
Dinilai
|
2
|
1
|
0
|
Nilai
|
Pernafasan
|
Teratur
|
Megap-megap
|
Tidak
ada
|
|
Denyut jantung
|
>
100/menit
|
<
100/menit
|
Tidak
ada
|
|
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA |
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA
adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang
nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh
still birth” nilai 0.
Selama ini umumnya untuk
menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR.
Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan
harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot,
gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat
bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan
kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai
APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya
hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas
tumbuh kembang bayi.
Penanganan asfiksia pada bayi
baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang
pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat
penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara
keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup
mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat.
Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi,
epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Data penunjang/Faktor
kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari
bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress
karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan
fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat
terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang
tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat
mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari
sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi,
tidak ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
·
Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status
plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
·
Review status intrapartal termasuk denyut jantung,
perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan
amnion.
·
Kaji lama persalinan
·
Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada
ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
·
Kaji respiratori rate
·
Catat keadaan nasal faring, retraksi dada,
respirasi grunting, rales atau ronchi
·
Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring
jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
·
Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut
10 derajat.
·
Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti
dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
·
Amati intensitas tangisan
·
Catat pulse apikal
·
Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
·
Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus
otot
Kolaborasi
·
Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit
jika diindikasikan asfiksia
·
Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
·
Berikan terapi resusitasi
HIPOTERMI
Suhu normal pada neonatus
berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala
awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh
bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C
- <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah
(low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu
gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan
sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis
anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia.
Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi
dengan meningkatkan intake kalori.
Penanganan hipotermia ditujukan
pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal
resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a.
Hipotermia sedang:
-
Kaki teraba dingin
-
Kemampuan menghisap lemah
-
Tangisan lemah
-
Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata
b.
Hipotermia berat
-
Sama dengan hipotermia sedang
-
Pernafasan lambat tidak teratur
-
Bunyi jantung lambat
-
Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c.
Stadium lanjut hipotermia
-
Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
-
Bagian tubuh lainnya pucat
-
Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada
punggung, kaki dan tangan (sklerema)
Diagnosa keperawatan
Perubahan suhu tubuh
(potensial)
Data Penunjang/Faktor
kontribusi :
Bayi baru lahir sering
mengalami hipotermia karena ketidakmampuannya mempertahankan suhu tubuh, lemak
subkutans yang belum sempurna, permukaan tubuh yang luas dibandingkan massa
tubuh, dan suhu lingkungan yang dingin. Efek samping dari hipotermia dalam
jangka waktu lama termasuk peningkatan kebutuhan akan oksigen sehingga terjadi
hipoksia, acidosis, peningkatan metabolisme rate yang mengakibatkan
hipoglikemia, release asam lemak bebas pada aliran darah yang diikuti dengan
binding site bilirubin dengan albumin yang meningkatkan resiko jaundice dan
kern ikterus. Vasokontriksi peripheral berlanjut menjadi acidosis metabolik,
vasokontriksi pulmonal mengakibatkan kompensasi pernafasan dan mempengaruhi
sirkulasi fetal dengan kegagalan duktus arteriosus dan foramen ovale untuk
menutup dengan sempurna. Hal tersebut meningkatkan resiko morbiditas dan
mortalitas.
Tujuan :
Temperatur dalam batas normal,
bayi baru lahir terbebas dari tanda distress pernafasan dan stress karena
dingin.
Intervensi
§
Catat obat-obatan yang digunakan ibu selama
prenatal dan periode intrapartal, catat adanya fetal distress atau hipoksia
§
Keringkan kepala dan tubuh bayi, selimuti
§
Tempatkan bayi diantara lengan ibu
§
Catat temperatur lingkungan, minimalkan penggunaan
AC.
§
Kaji temperatur bayi, monitor temperatur secara
kontinyu
§
Observasi tanda-tanda stres karena dingin seperti
penurunan temperatur kulit, peningkatan aktivitas, pleksi ekstremitas, palor, motling dan kulit dingin.
§
Amati tanda distress pernafasan
Kolaborasi
§
Berikan suport metabolik (glukosa atau buffer)
sesuai indikasi
§
Pertimbangkan rujukan ke NICU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar