BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Permainan adalah suatu kegiatan yang
dapat diintegrasikan dalam pembelajaran Anak Usia Dini. Karakter anak
yang senang bermain menjadikan seorang guru dalam mengelola pembelajarannya
harus memperhatikan beberapa hal yaitu tentang konsep, tujuan dan syarat
permainan untuk anak, penggolongan kegiatan bermain anak, bahan dan alat
permainan yang sesuai dengan perkembangan anak, serta implementasi penggunaan permainan
dan alat bermain dalam kegiatan pembelajaran. Adapun tujuan penulisan ini
adalah agar guru memahami dan dapat meningkatkan strategi pembelajarannya
melalui metode permainan di kelas dan diluar kelas. Setelah dikaji secara
teori, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode
permainan sangat sesuai dengan karakter anak usia dini. Metode Pembelajaran
melalui permainan dapat dilakukan didalam kelas maupun diluar kelas. Dengan
pengelolaan yang tepat permainan dalam pembelajaran dapat membantu anak
sebagai upaya dalam membantu perkembangan anak semaksimal mungkin.
Dunia bermain adalah dunia yang
penuh warna dan menyenangkan. Para pelaku permainan akan merasa terhibur dan
senang dengan melakukannya. Dari kata “bermain” saja sudah menunjukan bahwa
kegiatan ini berdampak memberikan penyegaran pikiran dari berbagai aktifivitas
yang menjenuhkan.Bagi anak-anak, bermain memiliki peranan yang sangat
penting.Beberapa pakar psikologi berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat
menjadi sarana untuk perkembangan anak. Dengan melakukan permainan, anak-anak
akan terlatih secara fisik. Dengan demikian kemampuan kognitif dan sosialnyapun
akan berkembang. Singkatnya, permainan dimasa kecil akan mempengaruhi
pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak kelak. Suhendi (2001:8) yang
menjelaskan bahwa:Setiap diri manusia, baik anak-anak maupun orang dewasa
terdapat hasrat untuk bermain. Seperti halnya kebutuhan bersosialisasi dan
berkelompok, bermain merupakan hasrat yang mendasar pada diri manusia.
Anak-anak ingin bermain karena saat
itulah mereka mendapatkan berbagai pengalaman lewat bermain melalui eksplorasi
alam d sekitarnya.Dari kegiatan tersebut, mereka dapat mengenal alam dan teman
sepermainan dalam suasana yang menyenangkan.Sementara orang dewasa membutuhkan
permainan sebagai sarana relaksasi dan menghibur diri.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Definisi
Bermain ?
2.
Apa Saja Fungsi
Bermain ?
3.
Apa Tujuan Bermain
?
4.
Bagaimana Ciri-ciri
Bermain ?
5.
Apa Saja
Klasifikasi Bermain ?
6.
Apa Saja Syarat
Bermain ?
7.
Apa Saja Syarat
Bermain di Rumah Sakit ?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui definisi
dari bermain.
2.
Mengetahui fungsi
dari bermain.
3.
Mengetahui tujuan
dari bermain.
4.
Mengetahui
ciri-ciri dari bermai.
5.
Mengetahui berbagai
klasifikasi dari bermain.
6.
Mengetahui berbagai
syarat dari bermain.
7.
Mengetahui syarat
bermain di rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Bermain
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan
mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani
Sudono, 2000).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi
kesenangan, tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai (Suhendi et al,
2001).
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela
untuk memperoleh kesenangan/kepuasan.(Supartini, 2004).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan
aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling
efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan
mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan
bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).
2.2 Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah
merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan intelektual,
perkembangan social, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
Pada saat melakukan permainan,
aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan
bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat
permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan
sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang
banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2.
Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan
eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan
sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan
objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah.
Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat
memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi
alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir
dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3.
Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan
kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak
untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai
social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan
keluarga.
4.
Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan
yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba
untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5.
Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan
kemampuannya dalam mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar
mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah
lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya
sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan
untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain.
6.
Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan
salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan
aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui
kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab
atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah
bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan
serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak
usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat.
Oleh karena itu, penting peran orang
tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan
nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7.
Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit,
anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan
terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
Hal tersebut terutama terjadi pada
anak yang belum mampu mengekspresikannya secra verbal.Dengan demikian, permainan
adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat
atau petugas kesehatan dirumah sakit.Perawat dapat mengkaji perasaan dan
pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan
permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan
teman kelompok bermainnya.
2.3
Tujuan Bermain
Melalui fungsi yang terurai diatas,
pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan
perkembangan yang normal pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun demikian, selam anak dirawat di rumah
sakit, kegiatan sitimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap
dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan
fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya
memecahkan masalah
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap
stress karena sakit dan dirawat dirumah sakit
2.4
Ciri-ciri Kegiatan Bermain
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Smith et al; Garvev; Rubin, Fein dan Vandenberg (Johnson et al,
1999) diungkapkan adanya beberapa cirri kegiatan bermain yaitu :
1. Dilakukan berdasarkan motivasi
intrinsic, maksud muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
2. Perasaan dari orang yang terlibat
dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang positif.
3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya
kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain.
4. Lebih menekankan pada proses yang
berlangsung dibandingkan hasil akhir.
5. Bebas memilih, dan ciri ini
merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak-anak kecil.
2.5 Klasifikasi
Bermain
Ada beberapa jenis permainan, baik
ditinjau dari isi permainan, karakter social dan kelompok usia anak. Dibawah
ini akan dibahas secara rinci satu per satu :
1. Berdasarkan Isi Permainan
Berdasarkan isi permainan, ada enam
jenis permainan, yaitu :
a. Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya
hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya,
bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan
dengan orang tuanya dan/atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”,
berbicara sambil tersenyum/tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi
untuk menggenggamnya , tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya dan/atau
orang dewasa tersebut/misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan/atau mengoceh .
b. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang
dapat menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya,
dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda
apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air
anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke
botol, bak, atau tempat lain. Cirri khas permainan ini adalah anak akan semakin
asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan
c. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan
ini akan meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus.
Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari
satu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi,
keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di
lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d. Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis
permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan dan/atau
skor.Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri dan/ atau dengan
temannya.Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional
maupun yang modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan
lain-lain.
e. Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering
terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk,
memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Jadi,
sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau obyek
yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya sebagai alat permainan. Anak tampak
senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut .
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada
permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya.
Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru,
ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak
bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran
orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak
terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Social
Berdasarkan karakter sosialnya, ada
lima jenis permainan, yaitu :
a. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya
mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi
dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak
berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat
permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi
dengan teman sepermainannya
c. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat
menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak
lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan
anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini
dilakukan oleh anak usia toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi
komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak
ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas.
Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan
bermain masak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok
tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin
permainan.Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkananggotanya untuk
bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan
tersebut.Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan,
aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan
bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.
3. Berdasarkan Kelompok Usia Anak
Berdasarkan kelompok usia, ada lima
jenis permainan, yaitu :
a. Anak usia bayi
Permainan untuk anak usia bayi
dibagi menjadi bayi usia 0 – 3 bulan, usia 4 – 6 bulan, dan usia 7 – 9 bulan.
Karakteristik permainan anak usia bayi adalah “sense of pleasure play”.
oBayi usia 0 – 3 bulan
Seperti yang telah disinggung diatas
bahwa karakteristik khas permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi
social yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan/atau orang dewasa
sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi cirri khas dari permainan
untuk bayi di usia ini.
Alat permainan yang biasa digunakan,
misalnya mainan gantungan yang berwarna terang dengan bunyi musik yang
menarik.Dari permainan tersebut, secara visual bayi diberi objek yang berwarna
terang dengan tujuan menstimuli penglihatannya.Oleh karena itu bayi harus
ditidurkan atau diletakkan pada posisi yang memungkinkan agar dapat memandang
bebas ke sekelilingnya.Secara auditori ajak bayi berbicara, beri kesempatan
untuk mendengar pembicaraan, musik dan nyanyian yang menyenangkan.
oBayi usia 4 – 6 bulan
Untuk menstimuli penglihatan, dapat dilakukan permainan seperti
mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna
terang, serta dapat pula dengan cara memberi cermin dan meletakkan bayi
didepannya sehingga memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.
Untuk stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan cara selalu
membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara yang dikeluarkannya, dan sering
berbicara dengan bayi, serta meletakkan mainan yang berbunyi di dekat
telinganya.
Untuk stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat
digenggamnya, lembut dan lentur atau pada saat memandikan, biarkan bayi bermain
air di dalam bak mandi.
oBayi usia 7 – 9 bulan
Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan
mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alat tulis,
biarkan ia mencoret-coret sesuai keinginannya.
Stimulasi pendengaran, dapat dilakukan dengan memberi bayi
boneka yang berbunyi, mainan yang bias dipegang dan berbunyi jika digerakkan.
Untuk itu alat permainan yang dapat diberikan pada bayi, misalnya buku dengan
warna yang terang an mencolok, gelas dan sendok yang tidak pecah, bola yang
besar, berbagai boneka, dan/atau mainan yang dapat didorong.
b. Anak usia toddler (>1 tahun
sampai 3 tahun)
Anak usia toddler menunjukkan
karakteristikyang khas, yaitu banyak bergerak, tidak bias diam dan mulai
mengembangkan otonomi dan kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, dalam
melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik
dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya.Anak mempunyai rasa
ingin tahu yang besar.Oleh karena itu seringkali mainannya dibongkar-pasang,
bahkan dirusaknya.
Untuk itu harus diperhatikan
keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang
tajam dan menimbulkan perlukaan.
Jenis permainan yang tepat dipilih
untuk anak usia toddler adalah “solitary play dan parallel play”.
Pada anak usia 1 sampai 2 tahun lebih jelas terlihat anak melakukan permainan
sendiri dengan mainannya sendir, sedangkan pada usia lebih dari 2 tahun sampai
3 tahun, anak mulai dapat melakukan permainan secara parallel karena sudah
dapat berkomunikasi dalam kelompoknya walaupun belum begitu jelas karena
kemampuan berbahasa blum begitu lancar. Jenis alat permainan yang tepat
diberikan adalah boneka, pasir, tanah liat dan lilin warna-warni yang dapat
dibentuk benda macam-macam
c. Anak usia prasekolah (>3 tahun
sampai 6 tahun)
Sejalan dengan pertumbuhan dan
oerkembangannya, anak usia prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan
halus yang lebih matang dari pada anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif,
kreatif dan imajinatif.Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan social
dengan temannya semakin meningkat.
Oleh kerena itu jenis permainan yang
sesuai adalah “associative play, dramatic play dan skill play”.Anak
melakukan permainan bersama-sama dengan temannya dengan komunikasi yang sesuai
dengan kemampuan bahasanya.Anak juga sudah mampu memainkan peran orang tua
tertentu yang diidentifikasinya, seperti ayah, ibu dan bapak atau ibu gurunya.
Permainan yang menggunakan kemampuan motorik (skill paly) banyak dipilih anak
usia prasekolah. Untuk itu, jenis alat permainan yang tepat diberikan
pada anak misalnya, sepeda, mobil-mobilan, alat olah raga, berenang dan
permainan balok-balok besar
d. Anak usia sekolah (> 6 tahun
sampai 12 tahun)
Kemampuan social anak usia sekolah
semakin meningkat. Mereka lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya.
Seringkali pergaulan dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik
atau buruk. Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya
bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi
juga dapat mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan
bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat
diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah
adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak
dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak
usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya.Anak laki-laki lebih tepat
jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan
kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya
mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang
dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya
dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak
dan boneka.
e. Anak usia remaja (13 tahun sampai
18 tahun)
Merujuk pada proses tumbuh-kembang
anak remaja, dimana anak remaja berada dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu
sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan disisi lain masuk pada usia dewasa
dan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa anak remaja
akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak sukses melewatinya, anak akan
mencari kompensasinya pada hal yang berbahaya, seperti obat-obatan terlarang
dsb. Melihat karakteristik anak remaja perlu mengisi kegiatan yang konstruktif,
misalnya dengan melakukan permainan berbagai macam olah raga, mendengarkan
dan/atau bermain musik serta melakukan kegiatan organisasi remaja yang positif,
seperti kelompok basket, sepak bola, karang taruna dll.Prinsip kegiatan
bermainbagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan meningkatkan
perkembangan fisio-emosional, tetapi juga lebih juga ke arah menyalurkan minat,
bakat dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan identitas pribadinya.
Untuk itu alat permainan yang tepat bias berupa berbagai macam alat olah raga,
alat musik dan alat gambar atau lukis.
2.6
Syarat Bermain
Ada beberapa hal yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan
kegiatan bermain yang baik untuk anak, yaitu :
1. Perhatikan factor usia anak
Sesuaikan mainan/aktivitas dengan
kematangan motorik anak, yaitu sejauh mana gerakan-gerakan otot tubuh siap
melakukan gerakan-gerakan tertentu.Juga sesuaikan dengan kognisinya, yaitu
sejauh mana anak mampu memahami permainan itu. Jika terlalu sulit, anak jadi
malas bermain dan jika kelewat gampang ia cepat bosan. Untuk itu pilihlah
mainan yang dapat merangsang kreativitas anak.
2. Tidak harus sehat
Tentu akan lebih baik jika anak
dalam kondisi sehat. Namun anak yang sakitpun diperbolehkan untuk bermain,
malah bias mempercepat proses kesembuhannya.tentunya jenis permainannya
disesuaikan kondisi fisik. Misalnya pilih permainan yang bisa dilakukan
ditempat tidur seperti melipat, mewarnai, menggambar atau mendengarkan dongeng,
memainkan jari-jemari sambil bercerita, main tebak-tebakan, dll.
3. Lama bermain
Tergantung karakteristik anak, ada
yang aktif dan pasif.Namun sebaiknya bermain tak terlalu lama agar anak tak
mengabaikan tugas-tugas lainnya seperti makan, mandi dan tidur.Untuk bayi,
cukup 10-30 menit karena rentang perhatiannya pun masih terbatas.Untuk anak
yang lebih besar, buatlah komitmen lebih dulu.Missal, boleh main selama 1 jam,
setelah itu makan atau mandi.Namun kita hurus konsisten dengan aturan itu agar
anak tidak bingung. Bagi anak yang sakit, jika ia butuh banyak istirahat,
jangan dipaksa
4. Pastikan mainannya aman
Terlebih untuk bayi, keamanan mainan
harus diperhatikan betul. Pilih yang tidak mudah rusak/pecah ataupun terurai
seperti manik-manik karena di khawatirkan akan masuk mulut atau lubang
telingan/hidung. Jangan pula memberikan mainan yang bertali panjang, berukurang
kecil dan menggunakan listrik. Selain itu secara umum mainan anak haruslah
tidak boleh ada bagian yang mudah tertelan, tidak tajam atau berujung runcing,
catnya tidak beracun (nontoxic), tidak mudah mengelupas, tidak menjepit dan
tidak menimbulkan api.
5. Dampingi anak
Penting diingat, mainan bukan
pengganti orang tua, melainkan sarana untuk mendekatkan hubungan orang tua
dengan anak jadi, selalu dampingi anak kala bermain. Tanpa arahan kita anak
akan bermain sendiri tanpa mengenal tujuan dari permainan tersebut. Oleh karena
itu kita perlu selalu mendampingi mereka dalam bermain.Hal ini juga untuk
mengatasi segala persoalan yang dihadapi tiap anak, seperti sulitnya
berkonsentrasi terhadap suatu kegiatan. Situasi ini juga dapat memacu
pertumbuhan harga diri anak dengan memberikan penghargaan pada setiap hasil
kegiatan atau penemuan-penemuan anak dalam proses bermain.
2.7
Faktor Yang
Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Ada 5 (lima) factor yang
mempengaruhi aktivitas bermain pada anak, yaitu :
1.
Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat
dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya
permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.Dengan
demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan
yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.
Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain
diperlukan energi, walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain
pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan
kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak sedang
menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan
perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan
prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
3.
Jenis kelamin anak
Ada bebarapa pndangan tentang konsep
gender dalam kaitannya dengan permainan anak. Dalam melaksanakan
aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan.Semua
alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk
mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan social anak.
Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu
alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat
permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki.
Hal ini di latarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
4.
Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain
yang baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral,
budaya dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang
dibeli di took atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus
imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang
dibuat sendiri dari/atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak
akan lebih merangsang anak untuk kreatif, keyakinan keluarga tentang moral dan
budaya juga mempengaruhi bagaimana anak di didik melalui permainan. Sementara
lingkungan fisik sekitar lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk
melakukan aktivitas fisik dan motorik.Lingkungan rumah yang cukup luas untuk
bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan,
mondar-mandir, berlari, melompat dan bermain dengan teman sekelompoknya.
5.
Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak
Orang tua harus bijaksana dalam
memberikan alat permainan untuk anak.Pilih yang sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu
sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat
permainan tidak selalu harus yang dibeli di took atau mainan jadi, tetapi lebih
diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan
seringkali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari
benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang anak untuk
kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi, akan
manegajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak.
Permainanmembantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan
aturan serta interaksi social dengan orang lain.Orang tua dan anak dapat
memilih mainan bersama-sama, tetapi yang harus diingat bahwa alat permainan
harus aman bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus membantu anak memilihkan
mainan yang aman.
2.8
Syarat Permainan Anak Di Rumah Sakit
1. Permainan tidak boleh bertentangan
dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah
baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak
tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada
di ruangan rawat.
2. Permainan yang tidak membutuhkan
banyak energi, singkat dan sederhana.
3. Permainan harus mempertimbangkan
keamanan anak.
4. Permainan harus melibatkan kelompok
umur yang sama.
5. Melibatkan orang tua
·
Keuntungan Bermain Di Rumah Sakit
1. Meningkatkan hubungan antara klien
(anak dan keluarga) dan perawat.
2. Perawatan di rumah sakit akan
membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan
memulihkan perasaan mandiri pada anak.
3. Permainan pada anak di rumah sakit
tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri.
4. Permainan yang terapeutuk akan dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif
- Tujuan Bermain Di Rumah Sakit
Kebutuhan bermain mengacu pada
tahapan tumbuh kembang anak, sedangkan tujuan yang ditetapkan harus
memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit yaitu menekankan pada
upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas,
sedih, tegang dan nyeri.
- Proses Kegiatan Bermain
Uraikan kegiatan bermain yang akan
dilakukan. Ingat bahwa perawat hanya sebagai fasilitator dan kegiatan bermain
harus dilakukan secara aktif oleh anak dan orang tuanya.Kegiatan bermain yang
dijalankan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila
permainan akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas aktivitas setiap
anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orang tua setiap anak.
- Alat Permainan Yang Dibutuhkan
Alat permainan yang digunakan tidak
harus yang baru dan bagus.Gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang
tersedia di ruang perawatan.Yang penting adalah alat permainan yang digunakan
harus menggambarkan kreativitas perawat dan orang tua, serta dapat menjadi
media untuk eksplorasi perasaan anak.
- Pelaksanaan Kegiatan Bermain
Selama kegiatan bermain respons anak
dan orang tua harus diobservasi dan menjadi catatan penting bagi perawat,
bahkan apabila tampak adanya kelelahan pada anak permainan tidak boleh di
teruskan. Proses dalam melakukan permainan merupakan hal yang terpenting, bukan
semata-mata hasilnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Aktivitas bermain
yang dilakukan anak-anak
merupakan cerminan kemampuan fisik,
intelektual, emosional dan
sosial. Bermain juga
merupakan media yang baik
untuk belajar karena
dengan bermain anak-anak
akan berkatakata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang
dilakukannya, dan mengenal
waktu, jarak serta
suara
3.2
Saran
Melalui bermain
anak akan mengembangkan
kemampuannya dalam mengatur tingkah
laku. Anak juga
akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan
orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mencoba peran-peran
baru dan mengetahui
dampak tingkah lakunya
terhadap orang lain.
Selain itu, peran orang tua juga sangat penting dalam
masa bermain anak sebagai motivasi anak, mengawasi anak, dan mitra bermain
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Montolalu. W (2008) Bermain Dalam
Kelompok, Bermain Bola, Bermain dengan Angka. Jkt: Grasindo
Suhendi, A., dkk (2001)
Mainan dan Permainan. Nakita.Juni 2001. Jakarta: PT.Gramedia.
Hughes,
1999: Children, Play and Developmental
Tidak ada komentar:
Posting Komentar