BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama periode pascaoperatif, proses
keperawatan diarahkan pada menstabilkan kembali equibrium fisiologi pasien,
menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan
intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada fungsi optimalnya dengan
cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diharapkan pada
mengantisipasi dan mencegah masalah pada periode pascaoperatif.pengkajian yang
tepat mencegah komlikasi yang memperlama perawatan dirumah sakit atu
membahayakan pasien.
Perawatan pasca-operasi
pada setiap pasien
tidak selalu sama,
bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi.
Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan
risiko tinggi seperti:
kelainan organ, syok
yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan gangguan organ penting, seperti
otak. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan (Baradero et al, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan
pasca-operasi terdiri dari
8 tindakan yang
meliputipengelolaan jalan napas,
monitor sirkulasi, monitoring
cairan dan elektrolit, monitoring suhu
tubuh, menilai dengan
aldrete score,pengelolan keamanandan kenyamanan pasien, serah terima
dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan petugas ruang perawatan
(bangsal) (Rothrock, 1990).
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
cara perawat menangani pasien pasca operasi?
2. Bagaimana
asuhan keperawatan pasca operasi.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
a) Tujuan
Umum : Agar mahasiswa
dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pascaoperatif.
b)
Tujuan khusus : Agar mahasiswa mampu
mengidentifikasi dan menganalisa data, menetapkan diagnosa keperawatan,
merencanakan tindakan, mengimplementasikan tindakan sesuai rencana dan
mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien pascaoperatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keperawatan
Pascaoperasi
Tahap pasca-operasi
dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
pasca-operasi dan berakhir
saat pasien pulang.
Pada tahap ini
perawat berusaha untuk memulihkan
fungsi pasien seoptimal
dan secepat mungkin (Baradero et al,
2008). Pasca-operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang
dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Wibowo,
2001).
Pada perawatan
pasca-operasi diperlukan dukungan
untuk pasien, menghilangkan rasa
sakit, antisipasi dan
mengatasi segera komplikasi, memelihara komunikasi
yang baik dengan
tim, rencana perawatan
disesuaikan dengan kebutuhan pasien (Lestari, 2008). Sebelum pasien
dipindahkan ke ruangan(bangsal)
setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan
general aenesthesia, maka kita
perlu melakukan penilaian
terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang pemulihan
(recovery room).
Pemindahan
dari ruang operasi ke unit perawatan pasca-anastasia (PACU), yang juga disebut
sebagai ruang pasca-anastesia (PARR). Memindahkan pasien pasca-operatif dari
ruang operasi ke unit perawatan pasca-anastesia (PACU) adalah tanggung jawab
ahli anastesi dengan anggota bedah yang bertugas. PACU biasanya terletak
berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih dibawah pengaruh anastesia
atau yang pulih dari anastesia ditepatkan di unit ini untuk kemudahan akses ke:
1.
Perawat yang
disiapkan dalam merawat pasien pascaoperatif segera
2.
Ahli anastesi
dan ahli bedah.
3.
Alat pemantau
dan peralatan khusus, medikasi, dan penggantian.
Dalam lingkungan ini, pasien diberikan
perawatan spesialis yang disediakan oleh mereka yang sangat berkualitas untuk
memberikannya.
2.2 Tahapan
Keperawatan Pascaoperasi
Maid etal, (2011) membagi perawatan pasca-operasi
meliputi beberapa tahapan, diantaranya
adalah:
a.
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke
ruang pemulihan
Pemindahan
pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca-operasi
(RR: Recovery Room) memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler
dan pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu
dipertimbangkan setiap kali pasien pasca
operatif dipidahkan. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia
tidak berbaring pada posisi yang
menyumbat drain dan selang drainase.
Hipotensi
arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke
posisi lainnya. Posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral
ke posisi terlentang. Pemindahan pasien
yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah
gangguan vaskuler. Pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat.
Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasien yang
basah (karena darah atau cairan lainnnya)
harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi.
Selama
perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku
serta side-rail harus dipasang untuk
mencegah terjadi resiko injuri, untuk
mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan
drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal. Proses
transportasi ini merupakan tanggung jawab
perawat sirkuler dan perawat anastesia dengan koordinasi dari
dokter anastesi yang bertanggung jawab.
b. Perawatan
pasca-operasi di ruang pemulihan
Pasien
harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room: RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak
mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan (bangsal perawatan). Perbandingan perawat-pasien saat pasien
dimasukkan ke RR adalah 1:1 (Baradero et al, 2008)Alat monitoring yang terdapat
di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi pasien.
Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan: oksigen,
laringoskop, set trakheostomi, peralatan
bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu, di ruang ini juga harus
terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat
untuk mengatasi permasalahan
hemodinamika, seperti: apparatus tekanan
darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena,
torniquet. Bahan-bahan balutan bedah,
narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan
drainase.
Pasien pasca-operasi juga harus
ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan
akses bagi pasien, seperti: pemindahan darurat. Kelengkapan yang digunakan
untuk mempermudah perawatan, seperti tiang infus, side rail, tempat tidur
beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Kriteria penilaian
yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari RR
adalah: fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi
oksigen yangadekuat, tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah,
orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang, haluaran urine tidak kurang
dari 30 ml/jam, mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal (majid etal, 2011).
Pasien tetap berada dalam RR sampai
pulih sepenuhnya dari pengaruh anestesi, yaitu pasien telah mempunyai tekanan
darah yang stabil, fungsi pernapasan adekuat, saturasi O2 minimum 95%, dan
tingkat kesadaran yang baik. Beberapa petunjuk tentang keadaan yang
memungkinkan terjadinya situasi krisis antara lain: TD: tekanan sistolik < 90–100
mmHg atau > 150 - 160 mmHg, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg;
heart rate (HR) : < 60 x /menit atau >
10 x/menit; suhu: suhu > 38,3 oC atau kurang < 35 oC;
meningkatnya kegelisahan pasien dan pasien tidak BAK lebih dari 8 jam
pasca-operasi (Gruendemann & Billie, 2005).
c. Transportasi
pasien ke ruang rawat (bangsal)
Transportasi pasien bertujuan untuk
mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan mempertahankan kondisi tetap
stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer
pasien, pastikan score pasca-operasi 7
atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai adanya henti nafas, vomitus,
aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan
pada saat transportasi klien:
1)
Perencanaan
Pemindahan klien
merupakan prosedur yang
dipersiapkan semuanya dari sumber daya manusia sampai dengan
peralatannya.
2) Sumber
daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini.
Orang yang boleh melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa
menangani keadaan kegawat-daruratan yang mungkin terjadi selama transportasi.
3) Equipment
(peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal:
tabung oksigen, sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap
dan dalam kondisi siap pakai.
4) Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya.
Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan
posisi pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan
pasien.
5) Passage
(jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada terhadap
kejadian lift yang macet dan sebagainya.
d. Perawatan
di ruang rawat (bangsal)
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal
yang harus perawatlakukan, yaitu (Majid
et al, 2011):
1. Monitor
tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi.
2. Manajemen
luka
Amati kondisi
luka operasi dan
jahitannya, pastikan luka
tidak mengalami perdarahan
abnormal.
3. Mobilisasi
dini
Mobilisasi dini yang
dapat dilakukan meliputi ROM (range of motion), nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali
fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan
oleh pasien untuk memulihkan kondisi
pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan
spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti
sedia kala.
5. Discharge
planning
Merencanakan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu
dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondisi/penyakitnya pasca-operasi.
2.3 Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi
Menurut Rothrock
(1999), Komplikasi yang
akan muncul saat
pascaoperasi diantaranya:
a. Pernapasan
Komplikasi
pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi,
atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia,
pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi
kejadian. Kelemahan otot setelah
pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan
zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder
terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal pernapasan restriktif
dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama
jika PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen.
b. Kardiovaskuler
Komplikasi
kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia
jantung, dan payah jantung (Baradero et
al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70
mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang
diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat
anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia,
hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat
pelumpuh otot, dan reaksi transfusi.Hipertensi dapat
meningkat pada periode induksi
dan pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi
disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk,
penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat
(Baradero et al, 2008).
c. Perdarahan
Penatalaksanaan
perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi terlentang
dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus
di jaga tetap
lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji
dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap
perdarahan. Jika perdarahan terjadi,
kassa st eril dan
balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan
ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid
disesuaikan dengan kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak,
merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan
cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan
seperti pada posisi pasien syok, sedatif
atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi
luka bedah, balut kuat jika
terjadi perdarahan pada luka
operasi dan transfusi darah atau produk
darah lainnya.
d. Hipertermia
maligna
Hipertermi
malignan sering kali terjadi pada pasien yang
dioperasi. Angka mortalitasnya sangat tinggi lebih dari
50%, sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat
gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi,
agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot
(suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
e. Hipotermia
Hipotermia adalah
keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6oC-37,5oC).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan
cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin,
aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan
lain-lain).Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar
operasi pada suhu
ideal (25 oC - 26,6 oC),
janganlebih rendah dari suhu tersebut,
caiaran intravena dan irigasi dibuat
pada suhu 37 oC, gaun operasi
pasien dan selimut
yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut
yang kering.
BAB III
PEMBAHASAN
3.3
Asuhan Keperawatan
Pasien Pascaoperasi
3.3.1
Pengkajian Keperawatan pasca-operasi
Pengkajian
adalah usaha untukmengumpulkan data-data
sesuai dengan respon klien baik
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang,wawacara, observasi dan dokumentasi secara
bio-psiko-sosio-spiritual (Doenges, 2001). Pada saat melakukan pengkajian di ruang
pulih, agar lebih
sistematis dan lebih mudah dapat
dilakukan monitoring B6 yaitu :
a.
Breath (nafas): sistem respirasi
Pasien yang belum sadar dilakukan evaluasi seperti
pola nafas, tanda-tanda obstruksi,
pernafasan cuping hidung, frekuensi nafas, pergerakan rongga dada:apakah simetris
atau tidak, suara
nafas tambahan: apakah tidak ada
obstruksi total, udara nafas yang keluar
dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adanya wheezing atau ronki, saat pasien
sadar: tanyakan adakah keluhan pernafasan, jika tidak
ada keluhan: cukup diberikan O2, jika terdapat tanda-tandaobstruksi:
diberikan terapi sesuai kondisi
(aminofilin,kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).
b. Blood
(darah): sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler dinilai
tekanan darah, nadi,
perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi ± syok) dan kadar
Hb.
c. Brain
(otak): sistem SSP
Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan
GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK 4.
d. Bladder
(kandung kemih): sistem urogenitalis
Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas,
warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah
ada kerusakan ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
e. Bowel
(usus): sistem gastrointestinalis
Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi
lambung, tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen,
perdarahan lambung
pasca-operasi, obstruksi
atau hipoperistaltik, gangguan
organ lain, misalnya: hepar, lien,
pancreas, dilatasi usus halus.
Pada pasien operasi mayor sering mengalami kembung yang mengganggu
pernafasan, karena pasien bernafas dengan diafragma.
f. Bone
(tulang): sistem musculo skeletal
Pada sistemmusculoskletal dinilai
adanya tanda-tanda sianosis, warna kuku,
perdarahan post-operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas. Data
pengkajian pasien pasca-operasi menurut American Society of
Post Anesthesia Nurses (ASPAN)
dalam Baradero et al, (2008): jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kardiovaskular (kecepatan dan irama
EKG, tekanan darah, suhu, dan keadaan
kulit) pernafasan (kecepatan, irama,
bunyi nafas (auskultasi paru), oksimetri nadi, jalan nafas, dan sistem pemberian oksigen), neurologis (respon
terhadap stimulus, bisa mengikuti
perintah dan gerakan ekstermitas), ginjal (asupan dan
haluaran, jalur intravena dan infuse,
irigasi dan drain dan kateter).
3.3.2
Diagnosa Keperawatan Pasca-operasi
Diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien post operasi
meliputi (Baradero, 2008; Carpenitto, 2006; Nanda, 2010 dalam Majid et
al 2011):
1.
Gangguan
pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri.
2.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan drainage.
3.
Nyeri
berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
4.
Risiko
injury berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesi.
5.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post operasi.
3.3.3
INTERVENSI
Diagnosa Keperwatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan
efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri
2. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan drainage.
3. Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan
dan posisi selama pembedahan.
4. Risiko injury berhubungan dengan
effect anesthesia, sedasi, analgesi.
5. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post operasi.
|
NOC
:
Respiratory Status :
·
Gas
exchange
·
Vital
Sign Status
Kriteria Hasil :
·
Klien
mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
·
Memelihara
kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
·
Tanda
tanda vital dalam rentang normal
NOC :
·
Tissue
Integrity
·
Skin
and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
·
Tidak
ada luka/lesi pada kulit
·
Perfusi
jaringan baik
·
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah terjadinya secara berulang
·
Klien
mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
NOC :
·
Pain
Level
·
Pain
control
·
Comfort
level
Kriteria Hasil :
·
Klien
mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
·
Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
·
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.
NOC : Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
·
Klien
terbebas dari cedera.
·
Klien
mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera.
·
Klien
mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal.
·
Mampumemodifikasi
gaya hidup untuk mencegah injury.
·
Mampu
mengenali perubahan status kesehatan.
NOC:
·
Fluid
balance Hydration Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
·
Mempertahankan
urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
·
Tekanan
darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
·
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
|
NIC: Airway
Management
·
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
·
Kaji
tanda-tanda vital pasien.
NIC :
Pressure Management
·
Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, hindari kerutan pada tempat
tidur.
·
Jaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
·
Mobilisasi
pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
·
Monitor
kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
yang tertekan.
·
Memandikan
pasien dengan sabun dan air hangat.
NIC :
Pain Management
·
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
·
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
·
Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
·
Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
NIC :
Environment Management (Manajemen lingkungan)
·
Sediakan
lingkungan yang aman untuk pasien.
·
Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien.
·
Menyediakan
tempat tidur yang nyaman dan bersih Menempatkan saklar lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
·
Memberikan penerangan yang cukup.
·
Menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien.
·
Berikan
penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab penyakit.
NIC :
A Fluid management
·
Timbang
popok/pembalut jika diperlukan.
·
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat.
·
Monitor
status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan.
·
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian.
·
Monitor status nutrisi.
·
Dorong
masukan oral.
·
Berikan
penggantian nesogatrik sesuai output.
·
Dorong
keluarga untuk membantu pasien makan.
|
3.3.4
Evaluasi pasca-operasi
Untuk mengevaluasi
berhasilnya intervensi keperawatan,
perlu dibandingkan antara perilaku pasien dan hasil yangdiharapkan (Baradero et al,2008). Intervensi keperawatan
dikatakan berhasil apabila pasien dapat:
a)
Mempertahankan jalan
nafas yang paten,
dan auskultasi paru
yang tidak menunjukkan rales;
b)
Bisa batuk secara efektif;
c)
Mempertahankan frekuensi nadi dan
tekanan darah pada tahap pra-operasi;
d) Orientasi yang
baik terhadap waktu,
orang, tempat dan
bisa menggerakkan semua
ekstermitas;
e)
Memiliki haluaran urin lebih dari 30
ml/jam dan tidak ada edema;
f)
Mengungkapkan bahwa
nyeri dapat ditoleransi,
ekspansi wajah relaks,
dan tidak ada nyeri;
g)
Suhu tubuh dalam batas normal;
h)
Memiliki kulit utuh, tanpa lecet,
kemerahan;
i)
Tidak ada mual-muntah, dapat minum
sedikit-sedikit tanpa muntah;
j)
Menunjukkan tanda penyembuhan luka tanpa
infeksi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1. Tujuan
perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
kembali normal
2. Periode
postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkanrutinitas normaldan
daya hidupnya
3. Pedoman
perawat pasca operatif harus sesuai dengan elemen-elemen seperti tanda-tanda
vital perawatan luka, penanganan nyeri, posisi tempat tidur, pengantian cairan,
diet
4.2
Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya
pemberian nutrisi segera setelah operasi lebih diutamakan karena telah
dibuktikan memiliki banyak keuntungan untuk mempercepat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda
Juall-Moyet. (2006). Buku
Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
10. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn
E. (1999). Rencana
Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
NANDA. (2010).
Panduan Diagnosa Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
Prima Medika
Doenges,
et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Long,
Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I.
(terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Pajajaran. Bandung.
Guyton,
Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku kedokteran, Jakarta, 1987.
Johnson.,
Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com, 14 Mei 2004
McCloskey,
Joanne C,. Bulecheck, Glor ia M. 1996.
Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St.
Louise.
NANDA,
2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001
-2002), Philadelphia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar