MAKALAH TENTANG
ANTICIPACTORY GUIDANCE
(PETUNJUK ANTISIPASI)
DAN
TOILET TRAINING
EDITED
BY:
SAHRIL
NOVIANTO
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah SWT yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun
dapat menyelesaikanmakalah mata kuliah “IlmuKeperawatan Dasar IV” yang berjudul
“Anticipatory Guidance (Petunjuk Antisipasi) dan Toilet Training”.
Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah IlmuKeperawatan Dasar IV di program
studi S1 Keperawatan BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO.Selanjutnya penyusun mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bu Ratna selaku dosen program studi
Keperawatan mata kuliah IlmuKeperawatan Dasar IV dan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan makalah ini.
Penyusun
menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Mojokerto,
04 Mei 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................
1
1.2.
Rumusan Masalah....................................................................................................
1
1.3. Tujuan........................................................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anticipactory Guidance
1.1. Pengertian...................................................................................................................
3
1.2. Tahapan Usia.............................................................................................................
3
1.3.Pencegahan Terhadap
Kecelakaan Pada Anak......................................................
8
1.4.Pendidikan Kesehatan Untuk
Orang Tua.............................................................
12
B. Toilet Training
2.1. Pengertian................................................................................................................
12
2.2. Tahapan Toilet Training........................................................................................
13
2.3. Keuntungan Toilet Training..................................................................................
17
2.4. Faktor Toilet Training............................................................................................
17
2.5. Pengkajian Masalah Toilet
Training.................................................................... 19
2.6. Dampak Toilet Training.........................................................................................
20
2.7. Cara – Cara Melakukan Toilet
Training............................................................. 21
2.8. Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Toilet Training........................................ 22
BAB III. PENUTUP
3.1. Simpulan..................................................................................................................
23
3.2. Saran........................................................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kehadiran anak bagi orang tua merupakan suatu tantangan sehubungan dengan
masalah dependensi/ketergantungan, disiplin, meningkatkan mobilitas dan
keamanan bagi anak. Rang tua sering keliru dalam memberlakukan anak karena
ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar. Apabila hal
ini terus berlanjut, maka pertumbuhan anak dapat terhambat.
Saat ini terjadi pergeseran peran orang tua, misalnya kedua orang tua
lebih banyak beraktifitas di luar rumah dan tingginya mobilitas di masyarakat.
Untuk itu diperlukan keseimbangan bagi model peran tradisional dalam pendidikan
anak. Orang tua pada masa sekarang memerlukan tenaga professional untuk
memberikan bimbingan guna merawat dan memelihara anak.
Sebagai bagian dari tenaga professional perawatan kesehatan, perawat
mempunyai peran yang cukup penting dalam membantu memberikan bimbingan dan
pengarahan pada orang tua, sehingga setiap fase dari kehidupan anak yang
kemungkinan mengalami trauma, seperti latihan buang air besar/kecil (toilet
training) dan ketakutan yang abstrak pada usia prasekolah dapat dibimbing
secara bijaksana.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Anticipatory Guidance?
2. Tahapan Usia Anticipatory Guidace?
3. Pencegahan Terdahap Kecelakaan?
4. Pendidikan Kesehatan Untuk Orang
Tua?
5. Pengertian Toilet Training?
6. Tahapan Toilet Training?
7. Keuntungan Toilet Training?
8. Faktor – Faktor Toilet Training?
9. Pengkajian Masalah Toilet Training?
10. Dampak Toilet Training?
11. Cara – Cara Toilet Training?
1.3.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari
Anticipatory Guidance?
2. Untuk mengetahui apa saja tahapan
Anticipatory Guidance?
3. Bagaimana pencegahan Anticipatory
Guidance?
4. Bagaimana pendidikan kesehatan untuk
orang tua?
5. Untuk mengetahui apa pengertian dari
Toilet Training?
6. Untuk mengetahui apa saja tahapan
Toilet Training?
7. Apa saja keuntungan Toilet Training?
8. Apa saja faktor – faktor Toilet
Training?
9. Apa saja pengkajian masalah Toilet
Training?
10. Apa dampak Toilet Training?
11. Bagaimana cara – cara Toilet
Training?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anticipatory Guidance
1.1. Pengertian
Anticipatory
Guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih
dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara
bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.
Pemberian bimbingan kepada orang tua untuk mengantisipasi hal-hal yang terjadi
pada setiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Memberitahukan/upaya
bimbingan kepada orang tua tentang tahapan perkembangan sehingga orang tua
sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia
anak.
1.2. Tahapan Usia
Anticipatory Guidance
1. Anticipatory
Guidance Pada Masa Bayi (0-12 Bulan)
a.
Usia 6 (enam) bulan pertama
·
Memahami adanya proses penyesuaian
antara orang tua dengan bayinya, terutama pada ibu yang membutuhkan
bimbingan/asuhan pada masa setelah melahirkan.
·
Membantu orang tua untuk memahami
bayinya sebagai individu yang mempunyai kebutuhan dan untuk memahami bagaimana
bayi mengekspresikan apa yang diinginkan melalui tangisan.
·
Menentramkan orang tua bahwa bayinya
tidak akan menjadi manja dengan adanya perhatian yang penuh selama 4-6 bulan
pertama.
·
Menganjurkan orang tua untuk membuat
jadwal kebutuhan bayi dan orang tuanya.
·
Membantu orang tua untuk memahami
kebutuhan bayi terhadap stimulasi lingkungan.
·
Menyokong kesenangan orang tua dalam
melihat petumbuhan dan perkembangan bayinya, yaitu dengan bersahabat dan
mengamati respon social anak misalnya dengan tertawa/tersenyum.
·
Menyiapkan orang tua untuk memenuhi
kebutuhan rasa aman dan kesehatan bagi bayi misalnya imunisasi.
·
Menyiapkan orang tua untuk
mengenalkan dan memberikan makanan padat.
b.
Usia 6 (enam) bulan
kedua
·
Menyiapkan orang tua akan danya
ketakutan bayi terhadap orang yang belum dikenal (stranger anxiety).
·
Menganjurkan orang tua untuk
mengizinkan anaknya dekat dengan ayah dan ibunya serta menghindarkan perpisahan
yang terlalu lama dengan anak tersebut.
·
Membimbing orang tua untuk
mengetahui disiplin sehubungan dengan semakin meningkatnya mobilitas
(pergerakan si bayi).
·
Menganjurkan untuk mengguanakan
suara yang negative dan kontak mata daripada hukuman badan sebagai suatu
disiplin. Apabila tidak berhasil, gunakan 1 pukulan pada kaki atau tangannya.
·
Menganjurkan orang tua untuk
memberikan lebih banyak perhatian ketika bayinya berkelakuan baik dari pada
ketika ia menangis.
·
Mengajrkan mengenai pencegahan
kecelakaan karena ketrampilan motorik dan rasa ingin tahu bayi meningkat.
·
Menganjurkan orang tua untuk
meninggalkan bayinya beberapa saat dengan pengganti ibu yang menyusui.
·
Mendiskusikan mengenai kesiapan
untuk penyapihan.
·
Menggali perasaan ornag tua
sehubungan dengan pola tidur bayinya.
2.
Anticipatory Guidance Pada Masa
Toddler (1-3 Tahun)
a.
Usia 12-18 bulan
·
Menyiapkan orang tua untuk
antisipasi adanya perubahan tingkah laku dari toodler terutama negativism.
·
Mengkaji kebiasaan makan dan secara
bertahap penyapihan dari botol serta peningkatan asupan makanan padat.
·
Menyediakan makanan selingan antara
2 waktu makan dengan rasa yang disukai.
·
Mengkaji pola tidur malam, kebiasaan
memakai botol yang merupakan penyebab utama gigi berlubang.
·
Mencegah bahaya yang dapat terjadi
di rumah.
·
Perlu ketentuan-ketentuan/disiplin
dengan lembut untuk meminimalkan negativism, tempertantrum serta penekanan akan
kebutuhan yang positif dan disiplin yang sesuai.
·
Perlunya mainan yang dapat
meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.
b.
Usia 18-24 bulan
·
Menekankan pentingnya persahabatan
dalam bermain.
·
Menggali kebutuhan untuk menyiapkan
kehadiran adik baru.
·
Menekankan kebutuhan akan pengawasan
terhadap kesehatan gigi dan kebiasaan-kebiasaan pencetus gigi berlubang.
·
Mendiskusikan metode disiplin yang
ada.
·
Mendiskusikan kesiapan psikis dan
fisik anak untuk toilet training.
·
Mendiskusikan berkembangnya rasa
takut anak.
·
Menyiapkan orang tua akan adanya
tanda regresi pada waktu mengalami stress.
·
Mengkaji kemampuan anak untuk
berpisah dengan orang tua.
·
Memberi kesempatan orang tua untuk
mengekspresikan kelelahan, frustasi dan kejengkelan dalam merawat anak usia
toodler.
c.
Usia 24-36 bulan
·
Mendiskusikan pentingnya meniru dan
kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam kegiatan.
·
Mendiskusikan pendekatan yang
dilakuakan dalm toilet training.
·
Menekankan keunikan dari proses
berfikir toodler terutama untuk bahasa yang diungkapkan.
·
Menekankan disiplin harus tetap
terstruktur dengan benar dan nyata, hindari kebingungan dan salah pengertian.
·
Mendiskusikan adanya taman
kanak-kanak atau play group.
3.
Anticipatory Guidance Pada Masa
Preschool (3-5 Tahun)
Pada masa ini petunjuk bimbingan tetap diperlukan walaupun kesulitannya
jauh lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. Sebelumnya, pencegahan
kecelakaan dipusatkan pada pengamatan lingkungan terdekat, dan kurang
menekankan pada alas an-alasannya. Sekarang proteksi pagar, penutup stop kontak
disertai dengan penjelasan secara verbal dengan alas an yang tepat dan
dapat dimengerti.
Masuk sekolah adalah bentuk perpisahan dari rumah baik bagi orang tua
maupun anak. Oleh karena itu, orang tua memerlukan bantuan dalam melakukan
penyesuaian terhadap perubahan ini, terutama bagi Ibu yang tinggal di rumah/tidak
bekerja. Ketika anak mulai masuk taman kanak-kanak, maka ibu mulai memerlukan
kegiatan-kegiatan di luar keluarga, seperti keterlibatannya dalam masyarakat
atau mengembangkan karier. Bimbingan terhadap orang tua pada masa ini dapat
dilakukan pada anak umur 3, 4, 5 tahun.
1. Usia 3 tahun
·
Menganjurkan orang tua untuk
meningkatkan minat anak dalam hubungan yang luas.
·
Menekankan pentingnya batas-batas /
peraturan-peraturan.
·
Mengantisipasi perubahan perilaku
agresif.
·
Menganjurkan orang tua menawarkan
anaknya alternative-alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
·
Perlunya perhatian ekstra
2. Usia 4 tahun
·
Menyiapkan orang tua terhadap
perilaku anak yang agresif, termasuk aktifitas motorik dan bahasa yang
mengejutkan.
·
Menyiapkan orang tua menghadapi
perlawanan anak terhadap kekuasaan orang tua.
·
Kaji perasaan orang tua sehubungan
dengan tingkah laku anak.
·
Menganjurkan beberapa macam
istirahat dari pengasuh utama, seperti menempatkan anak pad ataman kanak-kanak
selama setengah hari.
·
Menyiapkan orang tua untuk menghadapi
meningkatnya rasa ingin tahu seksual pada anak.
·
Menekankan pentingnya batas-batas
yang realistic dari tingkah laku.
·
Mendiskusikan disiplin.
·
Menyiapkan orang tua untuk
meningkatkan imajinasi di usia 4 tahun, dimana anak mengikuti kata hatinya
dalam “ketinggian bicaranya” (bedakan dengan kebohongan) dan kemahiran anak
dalam permainan yang membutuhkan imajinasi.
·
Menyarankan pelajaran berenang.
·
Menjelaskan perasaan-perasaan
Oedipus dan reaksi-reaksinya. Anak laki-laki biasanya lebih dekat dengan ibunya
dan anak perempuan dengan ayahnya. Oleh karena itu, anak perlu dibiasakan tidur
terpisah dengan orang tuanya.
·
Menyiapkan orang tua untuk
mengantisipasi mimpi buruk anak dan menganjurkan mereka agar tidak lupa untuk
membangunkan anak dari mimpi yang menakutkan.
3. Usia 5 tahun
·
Memberikan pengertian bahwa usia 5
tahun merupakan periode yang relative lebih tenang dibandingkan masa sebelumnya.
·
Menyiapkan dan membantu anak
memasuki lingkungan sekolah.
·
Mengingatkan imunisasi yang lengkap
sebelum masuk sekolah.
·
Meyakinkan bahwa usia
tersebut adalah periode tenang pada anak.
4.
Anticipatory Guidance Pada Masa Usia
Sekolah (6-12 Tahun)
a. Usia 6 tahun
-
Bantu orang tua memahami kebutuhan
mendorong anak berinteraksi dengan teman.
-
Ajarkan pencegahan kecelakaan dan
keamanan terutama naik sepeda.
-
Siapkan orang tua akan peningkatan
interst anak ke luar rumah.
-
Dorong orang tua untuk respek
terhadap kebutuhan anak akan privacy dan menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
b. Usia 7-10 tahun
-
Menakankan untuk mendorong kebutuhan
akan kemandirian.
-
Tertarik beraktifitas diluar rumah.
-
Siapkan orang tua untuk perubahan
pada wanita pubertas.
c. Usia 11-12 tahun
-
Bantu orang tua untuk menyiapkan
anak tentang perubahan tubuh pubertas.
-
Anak wanita pertumbuhan cepat.
-
Sex education yang adekuat dan informasi
yang adekuat.
1.3.Pencegahan Terhadap
Kecelakaan Pada Anak
Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat menyebabkan kematian pada anak.
Kepribadian adalah factor pendukung terjadinya kecelakaan.
Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari
karakteristik perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap
factor-faktor lingkungan yang mengancam keamanan anak.
Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kecelakaan :
1.
Jenis kelamin, biasanya lebih
banyak pada laki-laki karena lebih aktif di rumah.
2.
Usia, pada kemampuan fisik
dan kognitif, semakin besar akan semakin tahu mana yang bahaya.
3.
Lingkungan, adanya penjaga atau pengasuh.
Cara
Pencegahan :
1.
Pemahaman tingkat perkembangan dan
tingkahlaku anak.
2.
Kualitas asuhan meningkat.
3.
Lingkungan aman.
Bahaya umum
yang harus diperhatikan ortu:
1.
Lantai rumah yang basah atau licin
2.
Rumah dengan tangga yang curam 7
tidak ada pegangan
3.
Alat makan dari bahan pecah belah
4.
Penyimpanan zat berbahaya yang
terbuka & dapat dijangkau anak
5.
Adanya sumur yang terbuka
6.
Adanya parit di depan/samping rumah
7.
Rumah yang letaknya di pinggir jalan
raya
8.
Kompor/alat memasak yang dijangkau
anak
9.
Kabel listrik yang berantakan
10. Stop kontak
yang tidak tertutup
Upaya yang
dapat dilakukan ortu di rumah:
1.
Benda tajam disimpan di tempat yang
aman
2.
Benda kecil disimpan dalam laci yang
tertutup
3.
Zat yang berbahaya disimpan dalam
almari terkunci
4.
Amankan kompor dan berikan penutup
yang aman
5.
Jaga lantai rumah selalu bersih dan
kering
6.
Apabila ada tangga, pasang pintu di
bagian bawah atau atas tangga
7.
Sekring listrik harus tertutup
8.
Apabila ada parit, tutup dengan
papan atau semen
9.
Bagi yang rumahnya di tepi jalan
raya, sebaiknya da pintu pagar yang tertutup rapat
10. Apabila ada
sumur, tutup sehingga tidak bisa dibuka anak
11. Bila bayi
tidur, berikan p[engaman di pinggir tempat tidur
Pencegahan
Terhadap Kecelakaan:
1. Masa Bayi
Jenis kecelakaan : Aspirasi
benda, jatuh, luka baker, keracunan, kurang O2.
Pencegahan
a. Aspirasi : bedak, kancing, permen (hati-hati).
b. Kurang O2 : plastic, sarung bantal.
c. Jatuh : tempat tidur ditutup, pengaman (restraint), tidak pakai kursi tinggi.
d. Luka bakar : cek air mandi sebelum dipakai.
e. Keracunan : simpan bahan toxic dilemari.
Pencegahan
a. Aspirasi : bedak, kancing, permen (hati-hati).
b. Kurang O2 : plastic, sarung bantal.
c. Jatuh : tempat tidur ditutup, pengaman (restraint), tidak pakai kursi tinggi.
d. Luka bakar : cek air mandi sebelum dipakai.
e. Keracunan : simpan bahan toxic dilemari.
2. Masa Toddler
Jenis kecelakaan :
a. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda.
b. Tenggelam.
c. Keracunan atau terbakar.
d. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon.
e. Aspirasi dan asfiksia.
Pencegahan :
a. Awasi jika dekat sumber air.
b. Ajarkan berenang.
c. Simpan korek api, hati-hati terhadap kompor masak dan strika.
d. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari.
e. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan.
f. Cek air mandi sebelum dipakai.
g. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman.
h. Jangan biarkan kabel listrik menggantung mudah ditarik.
i. Hindari makan ikan yang ada tulang dan makan permen yang keras.
j. Awasi pada saat memanjat, lari, lompat karena sense of balance.
a. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda.
b. Tenggelam.
c. Keracunan atau terbakar.
d. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon.
e. Aspirasi dan asfiksia.
Pencegahan :
a. Awasi jika dekat sumber air.
b. Ajarkan berenang.
c. Simpan korek api, hati-hati terhadap kompor masak dan strika.
d. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari.
e. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan.
f. Cek air mandi sebelum dipakai.
g. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman.
h. Jangan biarkan kabel listrik menggantung mudah ditarik.
i. Hindari makan ikan yang ada tulang dan makan permen yang keras.
j. Awasi pada saat memanjat, lari, lompat karena sense of balance.
3.
Pra Sekolah
Kecelakaan terjadi karena anak kurang menyadari
potensial bahaya : obyek panas, benda tajam, akibat naik sepeda misalnya main
di jalan, lari mengambil bola/layangan, menyeberang jalan.
Pencegahan
ada 2 cara ;
1.
Mengontrol lingkungan.
2. Mendidik
anak terhadap keamanan dan potensial bahaya.
a.
Jauhkan korek api dari jangkauan.
b.
Mengamankan tempat-tempat yang
secara potensial dapat membahayakan anak.
c.
Mendidik anak : Cara menyeberang
jalan, arti rambu-rambu lalulintas, cara mengendarai peran orang tua =
perlu belajar mengontrolà sepeda yang aman lingkungan.
4.
Usia Sekolah
a.
Anak sudah berpikir sebelum
bertindak.
b.
Aktif dalam kegiatan : mengendarai
sepeda, mendaki gunung, berenang.
c.
Perawat mengajarkan keamanan:
·
Aturan lalu-lintas bagi pengendara
sepeda.
·
Aturan yang aman dalam berenang
·
Mengawasi pada saat anak menggunakan
alat berbahaya : gergaji, alat listrik.
·
Mengajarkan agar tidak menggunakan
alat yang bisa meledak/terbakar.
5. Remaja
a.
Penggunaan kendaraan bermotor bila
jatuh dapat : fraktur, luka pada kepala.
b.
Kecelakaan karena olah raga.
Pencegahan:
a.
Perlu petunjuk dalam penggunaan
kendaraan bermotor sebelumnya ada negosiasi antara orang tua dengan remaja.
b.
Menggunakan alat pengaman yang
sesuai.
c.
Melakukan latihan fisik yang sesuai
sebelum melakukan olah raga.
1.4.Pendidikan Kesehatan Untuk
Orang Tua
·
Upaya pencegahan kecelakaan pada
anak orang tua harus diberikan bimbingan dan antisipasi pendidikan
kesehatan.
·
Prinsip pendidikan kesehatan:
Diberikan
berdasarkan kebutuhan spesifik klien.
Pendidikan
kesehatan yang diberikan harus bersifat
menyeluruh
Hanya
terjadi interaksi timbal balik antara perawat dan orang tua dan bukan hanya
perawat sefihak yang aktif memberikan materi pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan diberikan dengan
mempertimbangkan usia klien yang menerimanya.
Proses pendidikan kesdehatan harus
memperhatikan prinsip belajar dan mengajar.
Perubahan
perilaku pada orang tua menjadi tujuan utama pendidikan kesehatan yang
diberikan.
B.
Toilet
Training
2.1. Pengertian
Toilet Training adalah suatu
usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB), menurut Hidayat (2008).Toilet Training merupakan
latihan kebersihan, dimana diperlukan kemampuan fisik untuk mengontrol
sphincter ani dan uretra dan tercapai kadang – kadang setelah anak bisa
berjalan (Whaley & Wong, 1999).Toilet training ini dapat berlangsung
pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan
latihan BAB dan BAK pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik,
psikologis, maupun secara intelektual. Melalui perisiapan tersebut diharapkan
anak mampu mengontrol BAB atau BAK.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan
definisi Toilet Training adalah sebuah usaha pembiasan mengontrol BAK
dan BAB secara benar dan teratur.
2.2.
Tahapan Toilet Training
Mengajarkan
toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti membiasakan
menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak untuk
masuk ke dalam WC anak akan cepat adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk
di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan
dari toilet.Lakukan secara rutin pada anak ketika anak terlihat ingin buang
air.
Anak di biarkan
duduk di toilet pada waktu-wajtu tertentu setiap hari, terutama 20 menit
setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan
dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis
(mengompol) dalam masa toilet training itu mrupakan hal yang normal.Anak
apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan
pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik (Pambudi,
2006).
1.
Tahap Pengendalian Kandung Kemih (Thomson,
2003)
-
Kurun waktu anak tidak memakai popok
semakin lama. Ini artinya kandung kemihnya semakin berkembang dan kapasitas
menyimpan lebih besar.
-
Anak sadar kalau air seninya akan
keluar dan memberitahukan kita apabila celananya basah.
-
Anak bisa melapor tepat pada
waktunya, sehingga orang tua bisa mengantarkannya ke toilet.
-
Anak bisa pergi ke kamar kecil
sendiri.
-
Tidak mengompol di siang dan malam
hari.
Prinsip
dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan anak,
persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri :
a.
Melihat Kesiapan Anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training
adalah kapan waktu yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training.
Sebenarnya tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training,
karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya.
Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang
air dengan benar.Para ahli menganjurkan untuk melihat tanda kesiapan anak itu
sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet
training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses
toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet
training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan
seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.
b.
Persiapan dan Perencanaan
Prinsip ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan
perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut gunakan
istilah yang mudah dimenegrti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air
besar (BAB)/buang air kecil (BAK). Orang tua memperlihatkan penggunaan toilet
pada anak sebab pada usia anak ini cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang
tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkporesis
(mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana
yang basah dan kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa
tubuhnya apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan
bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan
pujian pada anak (Farida, 2008).
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang
lain :
1.
Mendiskusikan tentan toilet training
dengan anak
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada
anak kecil memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua
juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air.
2.
Menunjukkan penggunaan toilet
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin
anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan).Orang tua juga
bisa meminta kakaknya untuk menjunjukkan pada adiknya bagaimana menggunakan
toilet dengan benar (disesuaikan juga dengaan jenis kelamin).
3.
Membeli pispot sesuai dengan
kanyamanan anak
Pispot ini digunakan untuk mealatih anak sebelum ia
bisa dan terbiasa untuk duduk di toilet. Anak bisa langsung menggunakan toilet
orang dewasa, kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi untuk
anak atau tidak merasa nyaman. Pispo disesuai
dengan kebutuhan anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di
pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet sebenarnya. Orang tua saat hendak
membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia bisa menyesuaikan
dudukan pispotnya atau memilih warna, gambar atau bentuk yang ia sukai.
4.
Pilih dan rencanakan metode reward
untuk anak
Suatu proses yang panjang dan tidak mudah seperti
toilet training ini, seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward atau
reinforcement yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak
dengan sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya
bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntuntan
untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang
tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian di depan anggota keluarga yang
lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa
menggunakan sistem stiker/bintang yang ditempelkan di bagian “keberhasilan”
anak.
c.
Toilet Training
Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu
dilakukan, yaitu :
1.
Membuat jadwal untuk anak
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika
orang tua tahu dengan tepat kapan anaknya bisa buang air besar (BAB) atau buang
air kecil (BAK).Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari untuk
melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam bila orang tua tidak mengetahui
jadwal yang pasti BAK atau BAB pada anak.
2.
Melatih anak untuk duduk di
pispotnya
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak
akan segera menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu. Awalnya anak akan
dibiasakan dulu duduk di pispotnya dan
ceritakan padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang
kotoran. Orang tua bisa memulai memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk
dipispotnya selama 2 - 3 menit. Misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya
untuk BAK maka reward yang diberikan orang tua harus lebih bermakna dari pada
yang sebelumnya.
3.
Orang tua menyesuaikan jadwal yang
dibuat dengan kemajuan yang
diperlihatkan oleh anak
Misalnya hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil
(BAK) di popoknya, maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke
pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa beberapa jam
setelah buang air kecil (BAK) yang
terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil (BAK).
Hal yang terpenting adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif membawa
anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan langsung mengatakan pada
orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK).
4.
Buatlah bagan anak supaya dia bisa
melihat sejauh mana kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker lucu dan
warna-warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker tersebut
di bagan itu. Anak akan tahu sudah banyak kemajuan yang dia buat dan orang tua
bisa mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang dilakukan anak (Dr
Sears, 2006).
Berdasarkan
uraian tentang tahapan melatih toilet training dapat disimpulkan bahwa orang
tua selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet training terlebih dahulu kemudian
mendiskusikan tentang toilet training dengan anak agar anak tidak merasa
terpaksa melakukannya. Membiasakan anak menggunakan toilet untuk buang air, ini
agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua dapat memperlihatkan
penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak terhadap toilet.Meminta pada
anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang air, bila
anak berhasil melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.
2.3.Keuntungan Dilakukan
Toilet Training
Kemandirian
Toilet
Training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata
sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air
kecil dan buang air besar
Mengetahui
bagian-bagian tubuh dan fungsinya
Toilet
Training bermanfaat pada anak sebab anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh
serta fungsinya ( anatomi ) tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi
pergantian implus atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air
kecil dan buang air besar.
2.4. Faktor – Faktor Toilet
Training
a. Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan
Toilet Training
§ Minat
Suatu minat telah diterangkan
sebagai sesuatu dengan apa anak mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat
tumbuh dari tiga jenis pengalaman belajar.Pertama, ketika anak-anak menemukan
sesuatu yang menarik perhatian mereka.Kedua, mereka belajar melalui identifikasi
dengan orang yang dicintai atau di kagumi.Ketiga, mungkin berkembang melalui
bimbingan dan pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak.
Perkembangan kemampuan intelektual memungkinkan anak menangkap
perubahan-peubahan pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubunya dengan
tubuh temannya sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya bimbingan
atau pengarahan dari orang tua sangatlah mungkin seorang anak dapat melakukan
toilet training sesuai apa yang diharapkan (Hidayat, 2008).
§ Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2003).
§ Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosio-psikologis termasuk di dalamnya adalah belajar (Sudrajat, 2008).
b. Faktor Yang Mendukung Toilet
Training
§ Kesiapan Fisik
-
Usia telah mencapai 18-24 bulan.
-
Dapat jongkok kurang dari 2 jam.
-
Mempunyai kemampuan motorik kasar
seperti duduk dan berjalan.
-
Mempunyai kemampuan motorik halus
seperti membuka celana dan pakaian.
§ Kesiapan Mental
-
Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi.
-
Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika
merasa ingin berkemih.
-
Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah
dan meniru perilaku orang lain.
§ Kesiapan
Psikologis
-
Dapat jongkok dan berdiri ditoilet
selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu.
-
Mempunyai rasa ingin tahu dan
penasarsan terhadap kebiasaan orang dewasa dalam BAK dan BAB.
-
Merasa tidak betah dengan kondisi
basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti.
§ Kesiapan
Anak
-
Mengenal tingkat kesiapan anak untuk
berkemih dan devekasi.
-
Ada keinginan untuk meluangkan waktu
untuk latihan berkemih dan devekasi pada anaknya.
-
Tidak mengalami koflik tertentu atau
stress keluarga yang berarti (Perceraian).
2.5. Pengkajian Masalah Toilet Training
Pengkajian
kebutuhan terhadap toilet training merupakan suatu yang harus diperhatikan
sebelum anak melakukan buang air kecil atau buang air besar, mengingat anak
yang melakukan buang air besar dan buang air kecil melalui proses keberhasilan
dan kegagalan, selama buang air besar dan buang air kecil. Proses tersebut akan
dialami oleh setiap anak untuk mencegah terjadinya kegagalan maka perlu
dilakukan suatu pengkajian fisik, psikologis, dan penngkajian intelektual (Hidayat,
2005)
a.
Pengkajian Fisik
Pengkajian
fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang air besar dan
buang air kecil dapat meliputi kemampuan motorik kasar, seperti : duduk,
berjalan, meloncat, dan kemampuan motoric halus seperti : mampu melepas celana
sendiri. Kemampuan motorik halus ini harus mendapat perhatian karena kemampuan
untuk buang air besar ini lancar dan tidak ditunjang dari kemampuan fisik
sehingga ketika anak berkeinginan buang air kecil atau besar sudah mampu dan
siap melaksanakannya.Selain itu yang harus dikaji adalah pola buang air besar
yang sudah teratur, tidak mengompol setelah tidur, dan lain-lain.
b.
Pengkajian Psikologis
Pengkajian
Psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika
akan melakukan buang air besar dan kecil, seperti :
a)
Anak tidak rewel ketika buang air
besar
b)
Anak tidak menangis ketika buang air
besar
c)
Ekspresi wajah menunjukkan
kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri
d)
Anak sabar dan mau tetap tinggal di
toilet selama 5-10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, adanya keingin
tahuan kebiasaan toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya
ekspresi untuk menyenangkan orang tuanya.
c.
Pengkajian Intelektual
a)
Kemampuan anak untuk mengerti buang
air besar dan buang air kecil
b)
Kemampuan mengkomunikasikan buang
air besar dan buang air kecil
c)
Anak menyadari timbulnya buang air
besar dan buang air kecil
d)
Mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru
perilaku yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar pada
tempatnya serta etika dalam buang air besar dan buang air kecil.
2.6. Dampak Toilet Training
Dampak paling umum dalam kegagalan toilet training
seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada
anaknyayang dapt mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif
dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir.Hal ini dapat
dilakukan orang tua apabila sering memarhi anak pada saat buang air besar atau
kecil, atau melarang anak saat berpergian.
Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalm
toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian akspresif dimana
anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan
seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan tindakan
toilet training adalah (Thompson, 2003) :
-
Tidak boleh membiarkan anak memilih
sendiri dudukan toiletnya karena akan berbahaya bagi anak.
-
Membiarkan anak menyiram toilet,
jika anak mau.
-
Memastikan anak mencuci tangan
denganbaik setelah buang air.
-
Membandingkan kemajuan dengan anak
lain.
2.7. Cara – Cara Melakukan Toilet
Training
·
Teknik Lisan
Usaha untuk melatih anak dengan
cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang
air kecil dan buang air besar. Cara ini bener dilakukan oleh orang tua dan
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air
kecil dan buang air besar. Dimana kesiapan psikologis anak akan semakin matnag
sehingga anak mampu melakukan buang air kecil dan buang air besar.
·
Teknik Modeling
Usaha untuk melatih anak dalam
melakukan buang air kecil dan buang air besar dengan cara memberikan contoh dan
anak menirukannya. Cara ini juga dapat dilakukan dengan membiasakan anak uang
bair kecil dan buang air besar dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan
pispot dalam keadaan yang aman. Namun dalam memberikan contoh orang tua harus
melakukannya secara benar dan mengobservasi waktu memberikan contoh toilet
training dan memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak
gagal dalam melakukan toilet training.
2.8. Hal-hal yang
perlu diperhatikan selama Toilet Training
1.
Hindari pemakain popok sekali pakai.
2.
Ajari anak mengucapkan kata-kata
yang berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar.
3.
Motivasi anak untuk melakukan
rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci
muka disaat bangun tidur.
4.
Jangan marah bila anak dalam
melakukan toilet training
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Anticipatory Guidance adalah
petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan
dan membimbing anaknya secara bijaksana sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara normal.Upaya bimbingan ini diberikan kepada orang tua tentang
tahapan perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat
memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak.
Toilet Training pada anak
merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol melakukan buang
air kecil dan buang air besar.
3.2.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Ash-Shubbi, M. A. (2012). Seni Mendidik Dan Mengatasi Masalah Perilaku Anak
Secara Islami. Pustaka Al-Fadhilah.
Ekomadyo, I. J. (2009). 22 Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan
Minat
Belajar Anak. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Fitriah dan Hasinuddin, M. (2010). Modul Anticipatory Guidance Terhadap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar